disusun
oleh:
1.
Hanifah 2015210043
2.
Maines Panjaitan 2015210038
3.
Sari Mustikawati 2015120120
4.
Siti Nur Rahayu 2015210034
5.
Suryanih 2015120108
STMIK
– Akademi Bina Insani - Bekasi, Jawa Barat - 2016
|
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena anugerah dari-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Politik Islam” ini. Shalawat
dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, yaitu Nabi
Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran
agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam
semesta.
Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas Pendidikan Agama Islam. Disamping itu, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami selama pembuatan makalah ini berlangsung sehingga terealisasikanlah makalah ini.
Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas Pendidikan Agama Islam. Disamping itu, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami selama pembuatan makalah ini berlangsung sehingga terealisasikanlah makalah ini.
Semoga
makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan
yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun para pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki
kekurangan. Karena itu, saran dan kritik yang membangun dari para pembaca yang
budiman sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini kedepannya. Terima
kasih.
Bekasi, Mei 2016
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Politik
adalah salah satu aktivitas manusia terpenting sepanjang sejarah. Dengannya
manusia saling mengelola potensi yang tersebar diantara mereka, saling
bersinergi dalam tujuan yang sama, saling memahami dalam perbedaan yang ada,
juga saling menjaga aturan yang disepakati bersama. Ada yang dipimpin dan ada
yang memimpin, ada yang memikirkan sederet konsep mutakhir, ada juga yang
merealisir. Ada yang memerintah dan ada juga yang diperintah. Semua ini adalah
aktivitas umat manusia. Semakin skala aktivitas tersebut membesar, semakin
tinggi bendera politik itu berkibar. Ini jelas dipahami mayoritas masyarakat
muslim non-modern.
Namun,
saat kata politik disandingkan dengan "ISLAM", saat benderanya
berkibar di langit-langit, saat suara para pembaru muslim yang meneriakkan
"sistem politk Islam" melengking memasuki pendengaran generasi muda
muslim mengubah pola pikir mereka, menghancurkan benteng sekat akibat dikotomi
Islam dan politik yang sesat. Disini Islam hadir untuk menunjukkan dan menuntun
bagaimana cara berpolitik yang benar sesuai dengan syariat yang menjadi pedoman
hidup umat, yaitu Al-Quran.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apakah yang dimaksud dengan
Politik Islam?
2.
Apakah yang menjadi Prinsip Dasar
Politik Islam?
3.
Bagaimanakah Bentuk Sistem
Pemerintahan Islam?
4.
Bagaimanakah
Pemikiran Politik Islam Kontemporer?
5.
Bagaimanakah Demokrasi Dalam
Pandangan Islam?
1.3 Tujuan
1. untuk dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan Politik Islam
2. untuk dapat mengetahui apa saja yang menjadi Prinsip Dasar Politik Islam
3. untuk dapat mengetahui
bagaimana Bentuk Sistem Pemerintahan Islam
4. untuk
dapat mengetahui bagaimana Pemikiran
Politik Islam Kontemporer
5. untuk
dapat mengetahui bagaimana Demokrasi Dalam Pandangan Islam
1.4
Manfaat
1. dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan Politik Islam
2. dapat mengetahui apa saja yang menjadi Prinsip Dasar Politik Islam
3. dapat mengetahui bagaimana
Bentuk Sistem Pemerintahan Islam
4. dapat
mengetahui bagaimana Pemikiran Politik
Islam Kontemporer
5. dapat
mengetahui bagaimana Demokrasi Dalam Pandangan Islam
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Politik Islam
Perkataan politik berasal dari bahasa Latin politicus
dan bahasa Yunani politicos, artinya sesuatu yang berhubungan dengan warga
negara atau warga kota. Kedua kata itu berasal
dari kata polis yang maknanya kota. Dalam teori politik islam, politik itu
identik dengan siyasah secara bahasa disebut dengan mengatur.
Fiqh siyasah adalah aspek ajaran islam yang mengatur sistem kekuasaan dan
pemerintahan. Politik artinya segala urusan dan tindakan, kebijakan, dan siasat
mengenai pemerintahan suatu negara atau kebijakan suatu negara terhada
negara-negara lain. Politik dapat juga dikatakan kebijakan atau cara bertindak
suatu negara dalam menghadapi / menangani suatu masalah.
Politik Islam terdiri dari dua aspek yaitu politik dan
islam. Politik berarti suatu cara bagaimana penguasa mempengaruhi perilaku kelompok
yang dikuasai agar sesuai dengan keinginan penguasa. Sedangkan Islam berarti
penataan dan islam sebagai din merupakan organisasi penataan menurut ajaran
Allah , yaitu Al-Qur’an dan menurut sunnah rasulnya. Politik Islam dapat
diartikan sebagai suatu cara untuk mempengaruhi anggota masyarakat, agar
berprilaku sesuai dengan ajaran Allah menurut sunah rasulnya. Dalam konsep
islam, kekuasaan tertinggi adalah Allah SWT. Ekspresi kekuasaan Allah tertuang
dalam Al-Qur’an menurut sunah rasul. Penguasa tidak memiliki kekuasaan
yang mutlak, ia hanya wakil (khalifah) Allah di muka bumiyang berfungsi untuk
menegakkan ajaran Allah dalam kehidupan nyata.
2.2
Prinsip Dasar Politik Islam
1. Musyawarah
Dalam
hal ini musyawarah merupakan prinsip pertama dalam tata aturan politik Islam yang amat penting,
artinya penentuan kebijaksanaan pemerintah dalam sistem pemerintahan Islam haruslah berdasarkan
atas kesepakatan musyawarah, kalau kita kembali pada nash, maka prinsip ini
sesuai dengan ayat al Qur’an dalam surat ali Imran ayat 159.
Artinya
: “Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila kamu
telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah, sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada Allah” (Q.S. al Imran : 159).
Asas musyawarah
yang paling utama adalah berkenaan
dengan pemilihan ketua negara dan oarang-oarang yang akan menjawab tugas-tugas
utama dalam pentatbiran ummat. Asas musyawarah yang kedua adalah berkenaan dengan
penentuan jalan dan cara pelaksanaan undang-undang yang telah dimaktubkan di
dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Asas musyawarah yang seterusnya ialah berkenaan
dengan jalan-jalan bagi menetukan perkara-perkara baru yang timbul dikalangan
ummat melalui proses ijtihad.
Jadi musyawarah merupakan ketetapan dasar yang amat
prinsip antara lain dalam sistem politik Islam umat Islam harus tetap bermusyawarah dalam segala
masalah dan situasi yang bagaimanapun juga Rasulullah sendiri sering
bermusyawarah dengan para sahabatnya dalam segala urusan, hal ini mengandung
arti bahwa setiap pemimpin pemerintahan (penguasa, pejabat, atau imam) harus
selalu bermusyawarah dengan pengikut atau dengan umatnya, sebab musyawarah
merupakan media pertemuan sebagai pendapat dan keinginan dari kelompok
orang-orang yang mempunyai kepentingan akan hasil keputusan itu. Dengan
musyawarah itu pula semua pihak ikut terlibat dalam menyelesaikan persoalan,
dengan demikian hasil musyawarah itupun akan diikuti mereka, karena merasa ikut
menentukan dalam keputusan itu sudah barang tentu materi musyawarah itu
terbatas pada hal-hal yang sifatnya bukan merupakan perintah Allah yang sudah
dijelaskan dalam wahyu-Nya.
2. Keadilan
Kata
ini sering digunakan dalam al Qur’an dan telah dimanfaatkan secara terus
menerus untuk membangun teori kenegaraan Islam. Prinsip keadilan banyak
sekali ayat al Qur’an memerintahkan berbuat adil dalam segala aspek kehidupan
manusia seperti firman Allah dalam surat an Nahl ayat 90:
Artinya
: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi
kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan. Dia memberi pelajaran kepadamu, agar kamu dapat mengambil
pelajaran” (Q.S. an Nahl : 90).
Ayat
di atas memerintahkan umat Islam untuk berbuat adil,
sebaliknya melarang mengancam dengan sanksi hukum
bagi orang-orang yang berbuat sewenang-wenang, jadi kedudukan prinsip keadilan
dalam sistem pemerintahan Islam harus menjadi alat pengukur dari nilai-nilai
dasar atau nilai-nilai sosial masyarakat yang tanpa dibatasi kurun waktu.
Prinsip ini adalah berkaitan dengan
keadilan sosial yang dijamin oleh sistem sosial dan sistem ekonomi Islam. Dalam
pelaksanaannya yang luas, prinsip keadilan yang terkandung dalam sistem politik
Islam meliputi dan merangkumi segala jenis perhubungan yang berlaku dalam
kehidupan manusia, termasuk keadilan di antara rakyat dan pemerintah, di antara
dua pihak yang bersengketa di hadapan pihak pengadilan, di antara pasangan
suami isteri dan di antara ibu bapa dan anak-anaknya. Kewajiban berlaku adil dan menjauhi perbuatan dzalim,
mempunyai tingkatan yang amat tinggi dalam struktur kehidupan manusia dalam
segala aspeknya.
Dijadikan keadilan
sebagai prinsip politik Islam, maka mengandung suatu konsekuensi bahwa para penguasa
atau penyelenggara pemerintahan harus melaksanakan tugasnya dengan baik dan
juga berlaku adil terhadap suatu perkara yang dihadapi, penguasa haruslah adil
dan mempertimbangkan beberapa hak warganya dan juga mempertimbangkan kebebasan
berbuat bagi warganya berdasarkan kewajiban yang telah mereka laksanakan. Adil menjadi prinsip politik Islam dikenakan pada penguasa untuk melaksanakan
pemerintahannya dan bagi warganya harus pula adil dalam memenuhi kewajiban dan
memperoleh keadilannya, hak dan kewajiban harus dilaksanakan dengan seimbang.
3. Kebebasan
Adalah
nilai yang juga amat diperhatikan oleh Islam, yang dimaksud di sini
bukan kebebasan bagi warganya untuk dapat melakukan kewajiban sebagai warga
negara, tetapi kebebasan di sini mengandung makna yang lebih positif, yaitu
kebebasan bagi warga negara untuk memilih sesuatu yang lebih baik, maksud
kebebasan berfikir untuk menentukam mana yang baik dan mana yang buruk,
sehingga proses berfikir ini dapat melakukan perbuatan yang baik sesuai dengan
hasil pemikirannya, kebebasan berfikir dan kebebasan berbuat ini pernah
diberikan oleh Allah kepada Adam dan Hawa untuk mengikuti petunjuk atau tidak
mengikuti petunjuk yang diberikan oleh Allah sebagaimana firman-Nya :
Artinya
: “Berkata (Allah) : Turunlah kamu berdua dari surga bersamasama sebagaimana
kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain, maka jika datang kepadamu petunjuk
dari-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk dari-Ku ia tidak akan sesat
dan tidak akan celaka” (Q.S. Toha : 123).
Jadi
maksud ayat tersebut di atas adalah kebebasan yang mempunyai akibat yang
berbeda, barangsiapa yang memilih melakukan sesuatu perbuatan yang buruk, maka
iapun akan dibalasa dengan keburukan sesuai dengan apa yang telah mereka
lakukan. Kebebasan yang diipelihara oleh sistem politik Islam
ialah kebebasan yang berteruskan kepada makruf dan kebajikan. Menegakkan prinsip
kebebasan yang sebenar adalah tujuan terpenting bagi sistem politik dan
pemerintahan Islam serta menjadi asas-asas utama bagi undang-undang
perlembagaan negara Islam.
4. Persamaan
Prinsip
ini berarti bahwa “setiap individu dalam masyarakat mempunyai hak yang sama,
juga mempunyai persamaan mendapat kebebasan, tanggung jawab, tugas-tugas
kemasyarakatan tanpa diskriminasi rasial, asal-usul, bahasa dan keyakinan (credo)”.
Dengan prinsip ini sebenarnya tidak ada rakyat yang diperintah secara
sewenang-wenang, dan tidak ada penguasa yang memperbudak rakyatnya karena ini
merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh penguasa, Allah menciptakan
manusia laki-laki dan perempuan dengan berbagai bangsa dan suku bukanlah untuk
membuat jarak antara mereka, bahkan diantara mereka diharapkan untuk saling
kenal mengenal dan tukar pengalaman, bahkan yang membedakan diantara mereka
hanyalah karena taqwanya.
6. Pertanggungjawaban dari Pemimpin Pemerintah tentang kebijakan yang diambilnya.
Hak rakyat
untuk menghisab pihak pemerintah dan hak mendapat penjelasan terhadap tindak
tanduknya. Prinsip ini berdasarkan kepada kewajiban pihak pemerintah untuk
melakukan musyawarah dalam hal-hal yang berkaitan dengan urusan dan pentatbiran
negara dan ummat. Hak rakyat untuk disyurakan adalah bererti kewajipan setiap
anggota dalam masyarakat untuk menegakkan kebenaran dan menghapuskan
kemungkaran. Dalam pengertian yang luas, ini juga bererti bahawa rakyat berhak
untuk mengawasi dan menghisab tindak tanduk dan keputusan-keputusan pihak
pemerintah.
Jika seorang pemimpin pemerintahan melakukan hal yang
cenderung merusak atau menuruti kehendak sendiri maka umat berhak memperingatkannya
agar tidak meneruskan perbuatannya itu, sebab pemimpin tersebut berarti telah
meninggalkan kewajibannya untuk menegakkan kebenarannya dan menjauhi perbuatan
yang munkar. Jika pemimpin tersebut tidak mengabaikan peringatan, maka umat berhak
mengambil tanggung jawab sebagai pemimpin pemerintahan, karena penguasa di
dunia ini merupakan khalifah yang menjalankan amanat Allah, maka tindakan
penyalahgunaan jabatan seperti berjalan di atas jalan yang dilaknat Allah,
menindas rakyat, melanggar perintah al Qur’an dan as Sunnah, maka pemimpin
tersebut berhak diturunkan dari jabatannya.
2.3 Bentuk Sistem Pemerintahan Islam
Sistem pemerintahan Islam adalah sebuah sistem yang lain sama sekali
dengan sistem- sistem pemerintahan yang ada di dunia. Baik dari aspek asas yang
menjadilandasan berdirinya pemikiran, konsep, standar, serta hukum-hukum yang
dipergunakan untuk melayani kepentingan umat, maupun aspek dari undang-undang
dasar seta undang-undang yang diberlakukannya, ataupun dari aspek bentuk yang
menggambarkan wujud negara, maupun hal-hal yang menjadikannya beda sama sekali
dari seluruh bentuk pemerintahan yang ada di dunia.
2.3.1
Pemerintahan Islam bukan monarki
Kalau sistem monarchi, pemerintahannya menerapkan sistem waris (putra
mahkota), dimana singgasana kerajaan akan diwarisi oleh seorang putra mahkota
dari orang tuanya; seperti kalau mereka mewariskan harta kekayaan. Sedangkan
sistem pemerintahan Islam, pemerintahan akan dipegang oleh orang yang di bai’at
oleh umat dengan penuh ridha dan kebebasan memilih. Sistem Islam tidak pernah
memberikan kekhususan pada Khalifah atau imam dalam bentuk hak-hak istimewa
atau hak-hak khusus. Khalifah adalah wakil umat dalam masalah pemerintahan dan kekuasaan,
yang mereka pilih dan mareka bai’at dengan penuh ridha agar menerapkan syariat
Allah atas diri mereka. Khalifah tidak memiliki hak, selain hak yang sama
dengan hak rakyat biasa. Khalifah juga bukan hanya sebuah simbol bagi umat,
yang menjadi Khalifah namun tidak memiliki kekuasaan apa-apa.
2.3.2
Pemerintahan Islam bukan republik
Sistem pemerintahan Islam berdiri diatas pilar akidah Islam, serta
hukum-hukum syara. Dimana kedaulatannya ditangan syara, bukan ditangan umat.
Dalam hal ini, baik umat maupun Khalifah tidak berhak membuat aturan sendiri, karena
yang berhak membuat aturan adalah Allah swt. Sedangkan Khalifah hanya memiliki
hak untuk mengadopsi hukum-hukum untuk dijadikan sebagai undang-undang dasar
serta perundang-undangan dari Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya. begitu pula umat
tidak berhak untuk memecat Khalifah karena yang berhak memecat Khalifah
adalah syara semata. Akan tetapi umat berhak untuk mengangkatnya sebab Islam
telah menjadikan kekuasaan ditangan umat.
Sedangkan dalam sistem khilafah tidak ada menteri, maupun kementrian bersama seorang Khalifah sebagaimana dalam konsep demokrasi. Yang ada dalam sistem khilafah hanyalah para mu’awin (pembantu Khalifah) yang senantiasa dimintai bantuan oleh khalifah. Tugas mereka adalah membantu Khalifah dalam tugas-tugas pemerintahan. Mereka adalah pembantu sekaligus pelaksana.
Sedangkan dalam sistem khilafah tidak ada menteri, maupun kementrian bersama seorang Khalifah sebagaimana dalam konsep demokrasi. Yang ada dalam sistem khilafah hanyalah para mu’awin (pembantu Khalifah) yang senantiasa dimintai bantuan oleh khalifah. Tugas mereka adalah membantu Khalifah dalam tugas-tugas pemerintahan. Mereka adalah pembantu sekaligus pelaksana.
2.3.3
Pemerintahan Islam bukan kekaisaran
Sistem kekaisaran amat jauh dari ajaran Islam sebab wilayah yang
diperintah dengan sistem Islam tidak sama sistem kekaisaran. Bahkan berbeda
jauh, sebab sistem ini tidak menganggap sama antara ras satu dengan yang
lain dalam hal pemberlakuan hukum didalam wilayah kekaisaran. Dimana sistem ini
telah memberikan keistimewaan dalam bidang pemerintahan dan ekonomi di wilayah pusat.
Sedangkan dalam tuntunan Islam dalam bidang pemerintahan adalah menganggap sama
antara rakyat dalam wilayah negara. Islam juga telah menolak ikatan-ikatan
kesukuan. Bahkan islam memberikan semua hak rakyat dan kewajiban mereka kepada
orang non-Islam yang memiliki kewarganegaraan.
2.3.4
Pemerintahan Islam bukan federasi
Sistem pemerintahan Islam juga bukan federasi yang membagi
wilayah-wilayahnya dalam otonominya sendiri-sendiri dan bersatu dalam
pemerintahan secara umum. Tetapi sistem pemerintahan
Islam adalah kesatuan. Begitu pula anggaran belanjanya akandiberikan secara
sama untuk kepentingan seluruh rakyat, tanpa melihat daerahnya.
2.3.5
Sistem pemerintahan dalam Islam
bukan imperium
Sistem
imperium sangat jauh dari Islam. Sebab sistem imperium tidak menyamakan
diantara golongan masyarakat di wilayah-wilayah imperium dalam hukum.
Sebaliknya imperium menetapkan keistimewaan untuk pusat imperium dalam hal
pemerintahan, keuangan dan perekonomian. Metode Islam dalam pemerintahan adalah
menyamakan antara semua rakyat yang diperintah di seluruh bagian daulah,
mengingkari sektarianisme rasial, memberi kepada non muslim yang menjadi warga
negara seluruh hak-hak dan kewajiban syar’i mereka, sehingga mereka memiliki
hak dan kewajiban seperti yang dimiliki oleh kaum muslimin secara adil. Maka
dengan persamaan ini sistem pemerintahan Islam berbeda dari imperium. Dengan
sistem ini, sistem pemerintahan Islam tidak menjadikan daerah-daerah sebagai
jajahan. Sumber daya tidak dikumpulkan di pusat untuk manfaat pusat saja.
Sebaliknya seluruh bagian daulah dijadikan sebagai satu kesatuan betapapun jauh
jaraknya dan betapapun beragam suku dan bangsanya. Setiap daerah dinilai
sebagai bagian integral dari tubuh daulah. Penduduknya memiliki seluruh hak
yang dimiliki oleh penduduk pusat, atau daerah lain manapun. Kekuasaan
pemerintahan, sistem dan hukumnya adalah sama untuk seluruh daerah.
Bentuk negara khilafah disebut
juga dengan al-Khilafah yang artinya suatu susunan
pemerintahan yang diatur menurut ajaran agama Islam. Sebagaimana yang dibawa
dan dijalankan oleh Nabi Muhammad Saw. semasa beliau masih hidup, dan kemudian
dijalankan oleh Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin
Affan, dan Ali bin Abu Thalib). Yang kepala negaranya disebut Khalifah. Khilafah
adalah bentuk pemerintahan yang dinyatakan oleh hukum-hukum syara’ agar menjadi
daulah Islam sebagaimana yang didirikan oleh Rasulullah saw di Madinah
al-Munawarah, dan sebagaimana yang ditempuh oleh para sahabat yang mulia
setelah beliau. Pandangan ini dibawa oleh dalil-dalil al-Quran, as-Sunnah dan
yang menjadi kesepakatan ijmak sahabat. Tidak ada yang menyelisihinya di dalam
umat ini seluruhnya kecuali orang yang dididik berdasarkan tsaqafah kafir
imperialis yang telah menghancurkan daulah Khilafah dan memecah belah negeri
kaum Muslimin.
2.4
Pemikiran Politik Islam Kontemporer
Ada tiga hal yang melatarbelakangi pemikiran islam
modern atau kontemporer:
1. Kemunduran Islam disebabkan oleh
faktor-faktor internal dan yang berakibat munculnya gerakan-gerakan pembaharuan
dan pemurnian.
2. Rongrongan
barat terhadap keutuhan kekuasaan politik dan dunia Islam yang berakhir dengan
penjajahan.
3. Keunggulan
barat dalam bidang ilmu, teknologi dan organisasi.
Dalam periode ini ada tiga kecenderungan pemikiran politik islam,
yaitu integralisme, interseksion dan sekularisme. Kelompok pertama memiliki
pandangan bahwa agama dan politik adalah menyatu dan tidak terpisahkan,
Kelompok kedua berpendapat bahwa agama dan politik melakukan hubungan timbal
balik yang saling bergantung, Kelompok ketiga memiliki pandangan bahwa agama
harus dipisahkan dengan negara dengan argumen Nabi Muhammad Saw tidak pernah
memerintahkan mendirikan negara.
2.4.1
Pemikiran para tokoh tentang politik Islam kontemporer:
1. Ali Abdul Raziq
1. Ali Abdul Raziq
Merupakan tokoh yang paling kontroversial, terutama dengan terbitnya
buku al-Islam wa Ushul al-Hukm yang berisi tentang penolakannya terhadap adanya
hubungan antara syariah Islam dengan negara. Tugas
nabi Muhammad menurutnya hanya sebagai penyampai ajaran agama murni dan tidak
bermaksud untuk mendirikan negara. Lebih dari itu, Alquran dan hadis
dianggapnya tidak pernah menyinggung sedikitpun tentang masalah khilafah dan
negara. Faktor-faktor yang memperngaruhi dan melatarbelakangi munculannya ide
kenegaraan Ali Abdul Raziq adalah: 1) Kondisi kerapuhan dan kemunduran umat
Islam, 2) persentuhan dengan pendidikan Barat yang walau ditekuninya hanya
setahun, tetapi memberi nuansa yang luas kepada pemikirannya, 3) pengaruh ide
pembaharuan dan pemikiran Muhammad Abduh dan Jamaluddin al-Afghani.
2. Muhammad Husain Haikal
Menurut
Haikal sendiri menyatakan sistem pemerintahan yang berdasarkan permusyawaratan.
model Islam harus dapat mewujudkan kebebasan, persaudaraan dan persamaan bagi
manusia- sebanding atau bahkan melebihi dari yang dapat diberikan oleh
sistem-sistem demokrasi dalam pengertian sekarang.
Ada beberapa prinsip dalam Negara islam demokrasi diantaranya yaitu:
• Prinsip persaudaraan
Ada beberapa prinsip dalam Negara islam demokrasi diantaranya yaitu:
• Prinsip persaudaraan
Dalam menetapkan prinsip ini, wawasan
Islam luas sekali. Islam tidak memasang rintangan dan batasan apapun.
Persaudaraan dalam Islam tidak hanya merupakan pemanis bibir atau sekadar
basa-basi, melainkan suatu prinsip yang sangat esensial. Persaudaraan Islam
juga suatu akidah yang harus ditumbuhkan dalam jiwa setiap muslim dan tercermin
dalam tindakan manusia. Atau, kalau tidak, ia akan menjadi orang yang lemah
imannya.
Sebenarnyalah, selama ini arti solidaritas manusia yang kita semua dambakan dan kita kampanyekan dengan sungguh-sungguh, sampai beberapa hal berikut ini terwujud. Yaitu, persaudaraan di antara sesama manusia dan di antara bangsa-bangsa. Sampai setiap individu dan setiap bangsa benar-benar menyadari bahwa sesungguhnya kewajiban persaudaraan menuntut seseorang merasa bahagia melihat saudaranya mendapat kebahagiaan yang sama seperti apa yang ia rasakan.
Sebenarnyalah, selama ini arti solidaritas manusia yang kita semua dambakan dan kita kampanyekan dengan sungguh-sungguh, sampai beberapa hal berikut ini terwujud. Yaitu, persaudaraan di antara sesama manusia dan di antara bangsa-bangsa. Sampai setiap individu dan setiap bangsa benar-benar menyadari bahwa sesungguhnya kewajiban persaudaraan menuntut seseorang merasa bahagia melihat saudaranya mendapat kebahagiaan yang sama seperti apa yang ia rasakan.
• persamaan dalam Islam
Adapun persamaan dalam Islam
merupakan contoh yang tertinggi yang patut diteladani. Bagi Islam, persamaan
tidak hanya sebatas yang ditetapkan undang-undang, tetapi lebih dari itu juga
mencakup persamaan di hadapan Allah. Persamaan Islam sama sekali tidak
memperhitungkan keterpautan rezeki, keterpautan ilmu, dan berbagai keterpautan
lain yang bersifat duniawi. Apabila kepercayaan terhadap konser persamaan
di depan undang-undang adalah salah satu sendi demokrasi, apalagi kepercayaan
terhadap konsep persamaan di hadapan Allah. Allah adalah sumber setiap hukum
dan segala sesuatu, kekuatan satu-satunya yang menciptakan dan mengatur alam.
• kebebasan prinsip islam yang mulia
• kebebasan prinsip islam yang mulia
Dewasa ini, kebebasan bisa berarti
mempunyai hak dan boleh menggunakan sekehendak anda, asal Anda tidak merugikan
dan tidak mengganggu kebebasan orang lain. Dalam kenyataannya, Islam memang
memberikan kebebasan penuh kepada manusia, kecuali, tentu dalam hal-hal yang
dikenai sanksi dan syara’nya. Hanya
saja, menurut Haikal bentuk kebebasan yang tersurat dan tersirat dalam semboyan
Revolusi Perancis adalah yang terpenting, kebebasan berpikir dan mengeluarkan
pendapat. Orang mungkin tidak percaya bahwa kebebasan ini juga telah ditetapkan
dalam ajaran Islam, justru dalam bentuk dan makna yang lebih luas.
Secara historis kebebasan ini lebih
banyak dipraktekkan dalam dunia Islam pada zaman klasik dan pertengahan. Pada
masa-masa itu, tulis Haikal tidak dikenal adanya batasan bagi kebebasan
berpikir, selama kebebasan berpikir itu tetap berada dalam jalur benar. Kita
lihat misalnya bagaimana di kalangan kaum muslimin Ahli Sunnah terdiri dari
empat madzhab. Seluruh kaum Muslimin menghormati keempat madzhab tersebut,
kendati di antara mereka ada perbedaan dalam berpikir dan berpendapat.
Madzhab-madzhab ini ditetapkan oleh para imam yang diakui kelebihannya oleh
segenap kaum musllimin, dalam tingkat keimanan dan kedudukan mereka yang
tinggi. Salah satu prinsip penting yang ditetapkan oleh Islam adalah
menghormati perjanjian dan tidak merusaknya. Prinsip ini sangat esensial dalam
kehidupan internasional Islam. Bagaimana Islam dan demokrasi bertemu dalam
segala hal yang mendasar dan bahwa keduanya bertemu dalam prinsip-prinsip umum.
Juga dalam asas legislative (tasyri’) dan hukum, dalam sistem pemerintahan,
serta dalam aturan tentang hubungan internasional.
3. Abdul Wahab Khollaf
Menurut Khollaf kekuasaan negara dapat didelegasikan kepada, kekuasaan membuat undang-undang (al-sulthat at-tasyri‟iyat), kekuasaan peradilan atau kekuasaan kehakiman (al-sulthat al-qadhaiyat), dan kekuasaan melaksanakan undang-undang (al-sulthat al-tanfiziyat) dapat disebut juga kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif.
2.5
Demokrasi
Dalam Pandangan Islam
Rasulullah saw
bersabda:
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِي بِأَخْذِ القُرُونِ قَبْلَهَا، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ»، فَقِيلَ: يَا
رَسُولَ اللَّهِ، كَفَارِسَ وَالرُّومِ؟ فَقَالَ: وَمَنِ النَّاسُ إِلَّا أُولَئِكَ
“Hari
kiamat tak bakalan terjadi hingga umatku meniru generasi-generasi sebelumnya,
sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Ditanyakan, “Wahai Rasulullah,
seperti Persia dan Romawi?” Nabi menjawab: “Manusia mana lagi selain mereka
itu?”(HR. Bukhory no. 7319 dari Abu Hurairah
r.a)
l Hafidz Ibnu
Hajar Al Asqalani (w. 852 H) dalam kitabnya, Fathul Bariy (13/301), menerangkan
bahwa hadist ini berkaitan dengan tergelincirnya umat Islam mengikuti umat lain
dalam masalah pemerintahan dan pengaturan urusan rakyat.
Sekarang dapat
kita rasakan kebenaran sabda Beliau saw, dalam pemerintahan dan pengaturan
urusan rakyat, sistem demokrasi dianggap sebagai sistem terbaik, bahkan tidak
jarang hukum Islam pun dinilai dengan sudut pandang demokrasi, kalau hukum
Islam tersebut dianggap tidak sesuai dg demokrasi maka tidak segan-segan
dibuang atau diabaikan.
2.5.1 Pengertian Demokrasi
Dalam
teori, demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat dengan kekuasaan tertinggi
berada di tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka atau wakil-wakil
yang mereka pilih di bawah sistem pemilihan bebas. Lincoln (1863) menyatakan “Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat.” Secara teori, dalam sistem demokrasi,
rakyatlah yang dianggap berdaulat, rakyat yang membuat hukum dan orang yang
dipilih rakyat haruslah melaksanakan apa yang telah ditetapkan rakyat tersebut.
Selain itu, demokrasi
juga menyerukan kebebasan manusia secara menyeluruh dalam hal :
a. Kebebasan
beragama
b. Kebebasan
berpendapat
c. Kebebasan
kepemilikan
d. Kebebasan
bertingkah laku
Inilah fakta
demokrasi yang saat ini dianut dan digunakan oleh hampir semua negara yang ada
di dunia. Tentu saja dalam implementasinya akan mengalami variasi-variasi
tertentu yang dilatar belakangi oleh kebiasaan, adat istiadat serta agama yang
dominan di suatu negara. Namun demikian variasi yang ada hanyalah terjadi pada
bagian cabang bukan pada prinsip tersebut.
Menurut Syaikh Abdul Qadim Zallum, dalam
kitabnya Demokrasi Sistem Kufur,
demokrasi mempunyai latar belakang sosio-historis yang tipikal Barat selepas
Abad Pertengahan, yakni situasi yang dipenuhi semangat untuk mengeliminir pengaruh
dan peran agama dalam kehidupan manusia. Demokrasi lahir sebagai anti-tesis
terhadap dominasi agama dan gereja terhadap masyarakat Barat. Karena itu,
demokrasi adalah ide yang anti agama, dalam arti idenya tidak bersumber dari
agama dan tidak menjadikan agama sebagai kaidah-kaidah berdemokrasi. Orang
beragama tertentu bisa saja berdemokrasi, tetapi agamanya mustahil menjadi
aturan main dalam berdemokrasi. Secara implisit, beliau mencoba mengingatkan
mereka yang menerima demokrasi secara buta, tanpa menilik latar belakang dan
situasi sejarah yang melingkupi kelahirannya.
2.5.2
Demokrasi Bertentangan Dengan Islam
Dalam
demokrasi kedaulatan berada di tangan rakyat, konsekuensinya bahwa hak
legislasi (penetapan hukum) berada di tangan rakyat (yang dilakukan oleh
lembaga perwakilannya, seperti DPR). Sementara dalam Islam, kedaulatan berada
di tangan syara’, bukan di tangan rakyat. Ketika syara’ telah mengharamkan
sesuatu, maka sesuatu itu tetap haram walaupun seluruh rakyat sepakat
membolehkannya.
Disisi
lain, kalau diyakini bahwa hukum kesepakatan manusia adalah lebih baik daripada
hukum Allah, maka hal ini bisa menjatuhkan kepada kekufuran dan kemusyrikan.
Ketika Rasulullah saw membacakan:
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ
Mereka
menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain
Allah. (QS. At Taubah : 31)
Ady bin Hatimr.a
berkata:
يارسول الله انهم لم يكونوا يعبدونهم
Wahai
Rasulullah mereka (org nashrany) tidaklah menyembah mereka (rahib).
Maka Rasul
menjawab:
اجل ولكن يحلون لهم ما حرم الله فيستحلونه ويحرمون عليهم ما احل الله فيحرمونه فتلك عبادتهم لهم
Benar,
akan tetapi mereka (rahib dan org alimnya) menghalalkan apa-apa yang diharamkan
Allah maka mereka (org nashrany) menghalalkannya, dan mereka mengharamkan apa
yang dihalalkan Allah maka mereka (nashrany) mengharamkannya pula, itulah
penyembahan mereka (nashrany) kepada mereka (rahib dan org alimnya)
[HR. Al Baihaqi, juga diriwayatkan oleh at Tirmidzi dengan sanad Hasan]
Berkenaan
dengan kebebasan beragama, Islam memang melarang memaksa manusia untuk masuk
agama tertentu. Namun demikian Islam mengharamkan seorang muslim untuk
meninggalkan aqidah Islam. Rasulullah bersabda:
“Siapa
saja yang mengganti agamanya (murtad dari Islam) maka bunuhlah dia”.(HR
Bukhari, Muslim, Ahmad dan Ashabus Sunan).
Adapun kebebasan
berpendapat, Islam memandang bahwa pendapat seseorang haruslah terikat dengan
apa yang ditetapkan oleh syariat Islam. Artinya seseorang tidak boleh melakukan
suatu perbuatan atau menyatakan suatu pendapat kecuali perbuatan atau pendapat
tersebut dibenarkan oleh dalil-dalil syara’ yang membolehkan hal tersebut.
Islam mengharuskan kaum muslimin untuk menyatakan kebenaran dimana saja dan
kapan saja. Rasulullah saw bersabda :
“…Dan
kami(hanya senantiasa) menyatakan al-haq (kebenaran) dimana kami berada, kami
tidak khawatir (gentar) terhadap cacian tukang pencela dalam melaksanakan
ketentuan Allah”. (HR Muslim dari Ubadah bin
Shamit).
Berkaitan
dengan kepemilikan, Islam melarang individu menguasai barang hak milik umum,
seperti sungai, barang tambang yang depositnya besar, dll, juga melarang cara
mendapatkan/mengembangkan harta yang tidak dibenarkan syara’ seperti riba,
judi, menjual barang haram, menjual kehormatan, dll. Adapun kebebasan dalam
bertingkah laku, Islam menentang keras perzinaan, homoseksual-lesbianisme,
perjudian, khamr dan sebagainya serta menyediakan sistem sanksi yang sangat
keras untuk setiap perbuatan tersebut. Sementara demokrasi membolehkan hal
tersebut, apalagi kalau didukung suara mayoritas. sehingga tidak aneh kalau
dalam sistem demokrasi, homoseksual yang jelas diharamkan Islampun tetap
dibolehkan asalkan pelakunya sudah dewasa (diatas 18 tahun) dan dilakukan
suka-sama suka. Begitu juga perzinaan asal dilakukan orang dewasa yang
suka-sama suka dan tidak terikat tali perkawinan maka tidaklah dipermasalahkan.
2.5.3
Demokrasi = Syuro (Musyawarah)?
Sebagian
kalangan menyatakan bahwa Demokrasi itu sesungguhnya berasal dari Islam, yakni
sama dengan syuro (musyawarah), amar ma’ruf nahyi munkar dan mengoreksi
penguasa. Hal ini tidaklah tepat
karena syuro, amar ma’ruf nahyi munkar dan mengoreksi penguasa merupakan hukum
syara’ yang telah Allah swt tetapkan cara dan standarnya, yang jauh berbeda
dengan demokrasi.
Demokrasi
memutuskan segala sesuatunya berdasarkan suara terbanyak (mayoritas). Sedang
dalam Islam, tidaklah demikian. Rinciannya adalah sebagai berikut :
(1)
Untuk masalah yang berkaitan dengan hukum syara’, yang menjadi kriteria adalah
kekuatan dalil, bukan mayoritas. Dalilnya adalah peristiwa pada Perjanjian
Hudaibiyah, dimana Rasulullah saw membuat keputusan yang tidak disepakati oleh
mayoritas shahabat, dan ketika Umar r.a protes, beliau saw menyatakan:
إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ وَلَسْتُ أَعْصِيهِ وَهُوَ نَاصِرِي
“Aku ini utusan Allah, dan aku takkan melanggar
perintahNya, dan Dia adalah penolongku.”
(HR Bukhari)
(2) Untuk masalah
yang menyangkut keahlian, kriterianya adalah ketepatan atau kebenarannya, bukan
suara mayoritas. Peristiwa pada perang Badar merupakan dalil untuk ini.
(3) Sedang untuk
masalah teknis yang langsung berhubungan dengan amal (tidak memerlukan
keahlian), kriterianya adalah suara mayoritas. Peristiwa pada Perang Uhud
menjadi dalilnya.
2.5.4
Demokrasi: Cacat Sejak Lahir
Demokrasi
sejatinya sistem yang cacat sejak kelahirannya. Bahkan sistem ini juga
dicaci-maki di negeri asalnya, Yunani. Aristoteles (348-322 SM) menyebut
demokrasi sebagai Mobocracy atau the rule of the mob. Ia menggambarkan demokrasi sebagai sebuah sistem yang bobrok,
karena sebagai pemerintahan yang dilakukan oleh massa, demokrasi rentan akan
anarkisme.
Plato
(472-347 SM) mengatakan bahwa liberalisasi adalah akar demokrasi, sekaligus
biang petaka mengapa negara demokrasi akan gagal selama-lamanya. Plato dalam
bukunya, The Republic, mengatakan, “.…they are free men; the city is full of
freedom and liberty of speech, and men in it may do what they like”.
(…mereka adalah orang-orang yang merdeka, negara penuh dengan kemerdekaan dan
kebebasan berbicara, dan orang-orang didalamnya boleh melakukan apa yang
disukainya). Orang-orang akan mengejar kemerdekaan dan kebebasan yang tidak
terbatas. Akibatnya bencana bagi negara dan warganya. Setiap orang ingin
mengatur diri sendiri dan berbuat sesuka hatinya sehingga timbullah bencana disebabkan
berbagai tindakan kekerasan(violence), ketidaktertiban
atau kekacauan (anarchy), tidak
bermoral (licentiousness) dan
ketidaksopanan (immodesty).
Menurut
Plato, pada masa itu citra negara benar-benar telah rusak. Ia menyaksikan
betapa negara menjadi rusak dan buruk akibat penguasa yang korup. Karena
demokrasi terlalu mendewa-dewakan (kebebasan) individu yang berlebihan sehingga
membawa bencana bagi negara, yakni anarki (kebrutalan) yang memunculkan tirani.
Kala itu, banyak orang melakuan hal yang tidak senonoh. Anak-anak kehilangan
rasa hormat terhadap orang tua, murid merendahkan guru, dan hancurnya
moralitas. Karena itu, pada perkembangan Yunani, intrik para raja dan rakyat
banyak sekali terjadi. Hak-hak rakyat tercampakkan, korupsi merajalela, dan demokrasi
tidak mampu memberikan keamanan bagi rakyatnya. Hingga pemikir liberal dari
Perancis Benjamin Constan (1767-1830) berkata:”Demokrasi membawa kita menuju jalan yang menakutkan, yaitu
kediktatoran parlemen.”
2.5.5
Demokrasi Ketuhanan
Karena
menganggap demokrasi sebagai konsep yang bagus walaupun ada kekurangannya,
sebagian kalangan ada yang berupaya mengambil ide demokrasi namun membuang apa
yang menurut mereka jelek. Sehingga mereka katakan, “kita memakai demokrasi namun yang berdaulat tetaplah syara’” yakni
mereka bermaksud berdemokrasi namun hukum syara’ tidak akan ditolak. Ungkapan
seperti ini sebenarnya hanyalah permainan kata-kata dan definisi saja, seperti
orang mau memesan sate ayam namun mereka syaratkan sate ayamnya tidak
menggunakan daging ayam. Dan terhadap hal seperti ini hendaknya kita
berhati-hati menjaga lidah. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقُولُوا رَاعِنَا وَقُولُوا انْظُرْنَا وَاسْمَعُوا وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad): “Raa`ina”,
tetapi katakanlah: “Unzhurna”, dan “dengarlah”. Dan bagi orang-orang kafir
siksaan yang pedih. (QS Al Baqarah 104)
“Raa
`ina” berarti “sudilah kiranya kamu memperhatikan kami”. Di kala para sahabat
menghadapkan kata ini kepada Rasulullah, orang Yahudipun memakai pula kata ini
dengan digumam seakan-akan menyebut ”Raa
`ina”, padahal yang mereka katakan ialah”Ru`uunah”
yang berarti kebodohan yang sangat, sebagai ejekan kepada Rasulullah. Itulah
sebabnya Allah menyuruh supaya sahabat-sahabat menukar perkataan ”Raa `ina” dengan ”Unzhurna’‘ yang juga sama artinya dengan ”Raa `ina”. Kalau masalah pilihan kata saja Allah memperhatikan,
padahal dua kata tersebut kurang lebih artinya sama, lalu baggaimana pula
dengan kata yang memang memiliki pemahaman yang khas seperti demokrasi ini?
Tentunya harus lebih hati-hati lagi.
Berbeda
dengan demokrasi, Islam menggariskan bahwa sistem pemerintahan yang seharusnya
dipakai umat Islam tegak diatas 4 pilar pokok yakni:
Pertama, kedaulatan di tangan syara’. Tak ada perbedaan
pendapat di kalangan ulama bahwa kedaulatan di tangan syara’, yakni hanya Allah
SWT saja yang berhak menetapkan hukum bagi manusia, kalaupun semua manusia
sepakat menghalalkan yang diharamkan Allah maka kesepakatan mereka tidak
berlaku.
إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ
Menetapkan
hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi
keputusan yang paling baik. (QS Al An’am : 57)
Ketika terjadi perselisihan,
maka keputusan hukumnya juga wajib menggunakan ketentuan syara’. Allah
berfirman:
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
Kemudian
jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian.(QS. An Nisaa’: 59)
Kedua,
kekuasaan[6] di tangan umat, yakni
umatlah yang berhak memilih pemimpin yang dikehendakinya untuk menjalankan
kekuasaan. Hal ini dapat dipahami dari hadis-hadis tentang bai’at, bahwa
seseorang tak menjadi kepala negara, kecuali dibai’at (diangkat) oleh umat.
Ketiga,
mengangkat satu orang khalifah adalah wajib atas seluruh kaum muslimin. Ibnu
Katsir dalam tafsirnya (1/222, Maktabah Syamilah) menyatakan:
فَأَمَّا نَصْبُ إِمَامَيْنِ فِي الْأَرْضِ أَوْ أَكْثَرَ فَلَا يَجُوزُ لِقَوْلِهِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: “مَنْ
جَاءَكُمْ وَأَمْرُكُمْ جَمِيعٌ يُرِيدُ أَنْ يُفَرِّقَ بَيْنَكُمْ فَاقْتُلُوهُ كَائِنًا مَنْ كَانَ” . وَهَذَا قَوْلُ الْجُمْهُورِ، وَقَدْ حَكَى الْإِجْمَاعَ عَلَى ذَلِكَ غَيْرُ وَاحِدٍ، مِنْهُمْ إِمَامُ الْحَرَمَيْنِ
“Adapun
pengangkatan dua imam atau lebih di
bumi maka hal itu tidak boleh berdasarkan sabda Beliau saw: “barang
siapa datang kepada kalian sementara urusan kalian bersatu, (orang itu) hendak
memecah kalian maka bunuhlah dia siapapun orangnya“(HR. Muslim) Dan ini
merupakan pendapat jumhur, tidak hanya seorang yang telah menceritakan adanya
ijma’ dalam hal ini, di antara mereka adalah Imamul Haramain.”
Keempat,
hanya kepala negara saja yang berhak melegislasikan hukum-hukum syara’.
Hal ini didasarkan
pada Ijma’ Shahabat yang melahirkan kaidah syar’iyah yang termasyhur,
حكم الحاكم يرفع الخلاف
Ketetapan
penguasa menghilangkan perbedaan pendapat.
Juga kaidah syar’iyah lain yang tak kalah masyhur,”Lil Imam an yuhditsa minal aqdhiyati bi qadri mâ yahdutsu min musykilât.”
(Imam (kepala negara) berhak menetapkan keputusan baru sejalan dengan
persoalan-persoalan baru yang terjadi).
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Politik Islam dapat
diartikan sebagai suatu cara untuk mempengaruhi anggota masyarakat, agar
berprilaku sesuai dengan ajaran Allah menurut sunah rasulnya. Prinsip dasar
politik Islam diantaranya adalah Musyawarah
(syura),Keadilan ,Kebebasan ,Persamaan, dan Pertanggungjawaban dari Pemimpin
Pemerintah tentang Kebijakan yang diambilnya. Sistem
pemerintahan dalam Islam adalah sistem Khilafah. Ijmak sahabat telah
menyepakati kesatuan khilafah, kesatuan daulah dan ketidakbolehan baiat kecuali
kepada seorang khalifah. Seluruh imam madzhab, para mujtahid dan fukaha sepakat
dengan hal itu.
Ada
tiga hal yang melatarbelakangi pemikiran islam modern atau kontemporer:
(1) Kemunduran Islam disebabkan oleh faktor-faktor internal dan yang berakibat munculnya gerakan-gerakan pembaharuan dan pemurnian. (2) Rongrongan barat terhadap keutuhan kekuasaan politik dan dunia Islam yang berakhir dengan penjajahan. (3)Keunggulan barat dalam bidang ilmu, teknologi dan organisasi. Dalam periode ini ada tiga kecenderungan pemikiran politik islam, yaitu integralisme, interseksion dan sekularisme. Dan demokrasi yang telah dijajakan Barat ke negeri-negeri Islam itu sesungguhnya adalah sistem kufur. Tidak ada hubungannya dengan Islam, baik langsung maupun tidak langsung. Demokrasi bertentangan dengan hukum-hukum Islam dalam garis besar dan perinciannya, dalam sumber kemunculannya, aqidah yang melahirkannya atau asas yang mendasarinya, serta berbagai ide dan peraturan yang dibawanya.
(1) Kemunduran Islam disebabkan oleh faktor-faktor internal dan yang berakibat munculnya gerakan-gerakan pembaharuan dan pemurnian. (2) Rongrongan barat terhadap keutuhan kekuasaan politik dan dunia Islam yang berakhir dengan penjajahan. (3)Keunggulan barat dalam bidang ilmu, teknologi dan organisasi. Dalam periode ini ada tiga kecenderungan pemikiran politik islam, yaitu integralisme, interseksion dan sekularisme. Dan demokrasi yang telah dijajakan Barat ke negeri-negeri Islam itu sesungguhnya adalah sistem kufur. Tidak ada hubungannya dengan Islam, baik langsung maupun tidak langsung. Demokrasi bertentangan dengan hukum-hukum Islam dalam garis besar dan perinciannya, dalam sumber kemunculannya, aqidah yang melahirkannya atau asas yang mendasarinya, serta berbagai ide dan peraturan yang dibawanya.
3.2
Saran
Penyusun menyadari akan kekurangan bahan dari materi
makalah ini. Sehingga penyusun menyarankan apabila terdapat
kekurangan dalam isi dari makalah ini, maka saran – saran dan kritik dari pembaca adalah penutup dari semua
kekurangan penulis serta menjadikan semua itu
menjadi bahan acuan untuk memotivasi dan menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
menurut.htmlhttp://www.apapengertianahli.com/2014/09/pengertian-politik-dalam-islam-menurut.html
http://syahmuhammadnoor.blogspot.co.id/2013/10/makalah-politik-dalam-islam.html
TINING TIGER TIGER TIGER TIGER TIGER TIGER TIGER TIGER TIGER TIGER TIGER
BalasHapusTIGER TIGER TIGER TIGER TIGER TIGER TIGER TIGER ford escape titanium TIGER TIGER TIGER TIGER TIGER TIGER TIGER TIGER TIGER TIGER TIGER TIGER TIGER TIGER titanium earrings sensitive ears TIGER TIGER TIGER TIGER TIGER TIGER TIGER TIGER TIGER TIGER TIGER TIGER TIGER TIGER TIGER men\'s titanium wedding bands TIGER TIGER samsung watch 3 titanium TIGER TIGER titanium dental TIGER TIGER TIGER TIGER TIGER TIGER TIGER TIG